Hujan Mengapa
Engkau Turun?
Oleh Eka Rahayu*
Embun yang masih
tenang meninggalkan petangnya malam. Kicaun burung mulai membisingkan telinga tetapi itu tidak
pernah membuat Didi terhambat dalam melakukan aktifitas seharinya untuk bersiap
berangkat ke sekolah. Didi adalah seorang anak yang rajin membantu terutama di sekolah. Didi sangat rajin
dalam hal membantu gurunya di sekolah dan Didi ini adalah seorang anak yang
ramah terhadap siapapun tetapi keramahanya sirna digerus oleh keadaan. Didi
bersekolah di sebuah desa yang ramai, Dia duduk disekolah menengah pertama
dikelas 3.
Didi memiliki
perawakan yang bisa di bilang berisi alias gemuk bagaimana tidak Didi memiliki
berat 98 kilo gram. Tetapi laki-laki ini memiliki kulit putih layaknya seperti
orang luar negeri. Hal itulah yang membuat Didi menjadi kuper alias kurang
pergaulan, bagaimana tidak Didi selalu dibuli di sekolah, ditempat les, dan di manapun
jika Didi bertemu dengan teman-teman di sekolahnya maupun dilingkungan tempat
tinggalnya.
Suatu hari angin
rela untuk membiarkan Didi bernafas
lega. Siang itu bel istirahat
berbunyi dan Didi langsung pergi ke kantin secepat kilat dia langsung menyambar
bungkusan roti seharga empat ribu rupiah, Didi selalu membawa air minum di dalam
wadah minumnya dari rumah. Didi adalah anak yang rajin membaca sehingga tak heran
bahwa dia selalu standby di
perpustakan jikalau jam istirahat. Saat itulah Didi bertemu dengan segerombolan
teman perempuanya saat dia masuk perpustakaan.
Tetapi bagi Didi
itu adalah hal yang sudah biasa, karena telinganya
sudah setebal tembok untuk mendengarkan sindiran atau ejekan seperti kacang
goreng.
Tetapi
dalam waktu itupun dibalik segerombolan perempuan itu terdengar sayup-sayup.
“Hei! berhenti untuk mengejeknya,”
dan Didi terkaget saat Didi
mendengar suara halus bagaikan malaikat yang membisikkan dihatinya.
Jam bel pulang
pun berbunyi saatnya berkemas dan pulang ke rumah, tiba-tiba dari belakang
suara menggelegar menyambar seperti petir menghujani pikiranya dan menghujat
hatinya.
“Hei boy mau
kemana kamu?, sepertinya
terburu-buru sekali boy,?” ternyata
itu adalah teman-temanya yang sudah menunggu Didi untuk dijadikan permainan dan
bahan olokan.
Didi hanya
terdiam kaku badanya mengkristal seolah lumpuh dadakan. Dia tidak berani untuk melontarkan
kata-kata akhirnya dia lari sekencang-kencangnya menghindari segerombolan
teman-temannya. Secara tiba-tiba saking paniknya Didi, sehingga dia tersandung dan
tersungkur di depan kelasnya bagaimana tidak sekolah belum sepi dan sontak
semua orang menetertawakanya.
Kebiasaan itu
terus berulang bagaikan dinamika rotasi yang akan terus berputar dan akan
menjadi alur kisah hidup setiap manusia. Hari itu adalah hari di mana seminggu
terhitung dari hari itu. Hari perpisahan akan Didi hadapi dalam jenjang
pendidikan SMP untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Saat Didi keluar
dari gerbang sekolahnya suara yang tidak asing itu terdengar kembali. Suara
lembut seperti bisikan malaikat mendesir dihatinya.
“Di tunggu,!” Didi
pun menoleh melihat dibalik gerbang.
Sesosok
bayangan tetapi nyata dia adalah wanita yang pertama menegurnya Didi pun langsung membalasnya
dengan senyuman sebelum Didi melontarkan balasan pertanyaan dari gadis itu.
”Ada apa Vi?”
wanita itu bernama Vijay gadis cantik
tapi sayang tak pernah satu kelas dengannya.
Awal perkenalan
antara Didi dengan Vijay semakin dekat dan mereka sering bertemu dan memutuskan
untuk pergi berjalan-jalan berdua. Hari itu cuaca kurang mendukung sehingga
mereka memilih pergi ketoko buku terbesar ditempatnya,
sudah lama mereka duduk saling berhadapan di samping jendela kaca yang lumayan
besar. Melihat turunya hujan, manusia yang berlalu lalang berlarian untuk
berteduh.
Tiba-tiba Didi menarik tangan
Vijay dan berkata “Vi ikut aku yuk,!”
sambil menarik tangan Vijay.
Didi berlari menuju keluar
toko dan mengajak Vijay untuk bermain hujan.
“Vi lihatlah
aku, aku bisa menghentikan hujan,!” tutur Didi sambil mengibas-ibaskan rambutnya
yang basah.
”Ahh kamu ini bisa-bisa aja Di, udahlah mending kita berteduh lihat semua mata orang tertuju pada
kita,!” balas Vijay dengan
sedikit nada marah.
”Hujan berhentilah hujan berhentilah!,”
kata-kata itu berulang-ulang disebutnya.
”Aneh dehkamu Di!,”
beranjak pergi meninggalkan Didi,
tetapi Didi langsung berteriak kearah Vijay.
“Vi kalau
hujan ini berhenti berarti aku sedang bersama orang yang tidak aku cintai,” tetapi Vijay
tidak memperdulikanya dan pergi meninggalkanya.
Hari
perpisahanpun tiba, Didi pun lulus dan dapat melanjutkan kejenjang yang lebih
tinggi serupa dengan Vijay. Akhirnya Didi memutuskan untuk melanjutkan ke sekolah
menengah atas di desanya itu, tetapi saat Didi mendaftarkan diri dan bahkan sudah masuk selama
kurang lebih 5 bulan.
Didi tidak pernah mendapati sosok Vijay dalam hari-harinya. Ternyata Vijay
meneruskan sekolah ke kota bersama orang tuanya. Didi mulai mencari alamat
telepon Vijay dan akhirnya Didi mendapatkan
dari ayah Didi, karena ayah Didi berteman dengan ayahnya Vijay.
Hari itu Didi
tidak berangkat sekolah karena kurang enak badan, sehingga Didi hanya istirahat
dikamar tetapi ada seseorang wanita datang menemuinya dan berkata bahwa.
“Aku
disuruh Vijay untuk mengatakan bahwa Vijay dulu pernah menyukaimu,” dan dalam sekejap bayangan
itu hilang meninggalkan Didi sendirian dibalik kamarnya.
Dan akhirnya Didi
bersikeras untuk menghubungi rumahnya.
”Halo bisa bicara dengan
Vijay,?” Didi langsung menembakkan kata-kata itu tanpa basa-basi.
“Iya ini dengan ibunya,
ada apa,?” tanya suara wanita dibalik telepon.
kemudian
Didi melontarkan pertanyaan kembali.
“Vijaynya ada bu,?” wanita itu hanya terdiam
telepon ini seperti mati tak tersambung koneksi.
“Emm nak Vijay sudah tiada,
Vijay meninggal 4 bulan yang lalu karena sakit. Apakah ini teman Vijay,?” bibirku
tergugu jantungku berdebar tak menentu badanku bergetar takmampu untuk
membalaskan pertanyaan wanita itu.
“Benarkah
bu? Mengapa dia tidak pernah memberi tahu kalau dia dulu sakit, iya ini dengan temanya,”
Tanya Didi semakin menyakinan.
“Dia sebenarnya sudah lama sakit, makanya
langsung pindah ke kota untuk sambil berobat,” ibu itu menjelaskan kejadiannya.
Daun
berterbangan diatas pandangannya merebahkan hatinya yang patah karena sebagian dari hatinya telah
menghilang tanpa jejak. Didi tak pernah menyangka ternyata ada seorang wanita
yang menyukainya dan tertarik dengan apa adanya. Cinta itu
tidak harus memiliki seperti raganya yang tidak pernah bisa dia miliki karena semunya adalah
sebuah titipan yang sewaktu-waktu akan diambilnya kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar